Senin, 17 Desember 2012

Prahara Rumah Tangga


PRAHARA RUMAH TANGGA

Istriku bukanlah orang yang tidak mengerti agama, seminggu tiga kali kami sering berangkat mengaji. Di pengajian dia begitu menyimak apa yang di ajarkan guru kami bahkan di rumahpun setelah pulang dari pengajian kami menyempatkan diskusi tentang tema yang di bahas di pengajian.
“ Ma... ngerti gak tadi apa yang di sampaikan Pak ustad? Tanyaku sambil rebahan di sofa.
  Ya  ngerti dong yah, masa gak di fahami kan mama ngaji buat nyari ilmu, sayangkan datang jauh-jauh ilmunya gak nerap” jawab Aida sambil tersenyum dengan tatapan mata yang meneduhkan.
“ Kalau aku minta tolong di ambilin minum Mama gak capek?” Tanyaku dengan hati-hati ngomongnya.
  Bilang aja dari tadi pengen di ambilin minum gitu gak harus pura-pura ngebahas yang tadi” jawab istriku Aida dengan cemberut.
  Bukannya gitu Ma, kebetulan aku haus, kan tadi kata Pak ustad istri harus taat suami.
Aida hanya tersenyum dan pergi ke dapur untuk mengambil air minum untukku dengan penuh ke taatan dan rasa hormat kepada suami.
“ Ni air minumnya yah’ Aida memberikan air minum itu padaku dengan hati yang tulus dan senyum yang manis.
“ Makasih ya istriku yang cantik dan solehah” Godaku dengan senyum lebar
Aida tak menjawab Cuma senyum yang mengembang di bibirnya sebagai jawabannya.
Hidup kami bahagia walau hidup kurang berharta, Aida tak pernah menuntut apa yang aku tak mampu melakukannya, Aida bukanlah wanita yang gila harta yang bisa melakukan apa saja demi mendapatkannya. Anak yang Aida lahirkan buah cinta kami menambah kebahagiaan kami. Mereka tumbuh dengan cedas dan lucu. Dua anak kami benar- benar menambah keceriaan hidup kami. Mereka adalah permata hati pemberian illahi sebagai pelipur lara dan menjadi warna dalam kehidupan kami.
Tapi entah kenapa semua ini harus terjadi, jauh dari jangkauanku,bermimpipun aku tidak.istriku bisa janjian dengan laki-laki lain,sebagai pemimpin keluarga tentunya aku merasa malu, harga diriku jatuh karena makmumku tak bisa nurut padaku.tak bisa di mengerti oleh lagika aku, seorang Aida bisa melakukan itu, istriku yang solehah tega mengkhianati aku. Istriku yang aku cintai dan aku sayangi sekaligus aku kagumi kini telah berubah menjadi orang asing bagi diriku.
Aku terus merenung.......memikirkan tentang rumah tanggaku, mau di bawa kemana rumah tangga ini,apalagi kalau anak-anak mendengar tentang ibunya seperti itu, seharusnya di jadikan teladan, panutan bagi mereka.
“ Aku tidak boleh menyalahkan Aida sepenuhnya, mungkin ada banyak kekurangan dalam diriku atau mungkin aku belum bisa atau tidak becus mendidik istriku”
“ Masalah ekonomi? “ Ya aku jujur belum bisa menyenangkan. secara ekonomi aku belum bisa memberi yang lebih kepada Aida,yang tak seperti kaka-kakaknya yang punya rumah megah dan mobil mewah, tapi kalau melihat kepada yang lain terutama teman-temanku aku cukup beruntung masih jauh lebih baik dari mereka’
“ Lalu apa mau Aida? “ Istriku berubah tak mau mendengarkan omonganku, tak mau lagi mendengarkan nasehatku.
Sebenarnya aku tak ingin mencurigainya, tapi dengan tingkah lakunya seperti itu yang
menjadi kurang perhatian pada anak-anak, bersikap cuek padaku.
“ Ma tolong facebookan jangan sampai melupakan waktu” kataku mengingatkan
Pertengkaranku dengan Aida hanya di karenakan dia terlalu sibuk dengan hoby barunya yaitu facebooknya,bahkan dia berani membentakku yang tak pernah aku dengar dan lihat sebelumnya.
“ Ngapain kamu ikut campur urusanku” Tanya Aida dengan nada membentak sehingga aku kaget di buatnya aku hanya bisa bengong schok di buatnya.
  Tolong jangan mengganggu kesenangan orang” Pinta Aida dengan nada yang masih sama seperti tadi.
“ Aku tidak melarang kamu untuk berbuat apapun selama itu masih dalam koridor agama”
  Silahkan kamu mau berbuat apapun asalkan jangan melupakan kewajiban kamu sebagai istri dan ibu. Lihat anak- anak belum di mandiin dan lihat pekerjaan dapur masih berantakan”
“ Mandiin saja sama kamu, jangan Cuma merintah bisanya”
Aku hanya bisa menggelengkan kepala dan menahan kekesalan yang mulai merasuk dadaku’
  Tuh sekalian cuci piring tanggung sambil mandiin anak-anak” Celetuk Aida tanpa ada rasa hormat sedikitpun padaku.
“ Kamu itu istri aku atau majikan aku/?’” Tanyaku sambil menatap mata Aida dengan tajam.
Tapi Aida pura- pura ngutak-ngatik handphone seakan tak mendengar apapun, pertanyaanku di anggap angin lalu.
“ Aku ini suami kamu bukan pembantu kamu, kalau ngomong yang bener” Emosiku mulai meninggi.
Aida tak mengeluarkan kata sepatahpun dia bangkit dari duduknya dan ngeloyor ke kamar dan mengunci diri.
  Ayah....kenapa Mama tak mau lagi baca dongeng buat Najwa?’
  Iya...Rio juga”
Aku hanya tersenyum pahit, malam yang seharusnya menjadi waktu istirahat setelah seharian beraktifitas kini jadi mencekam, pengaduan anak-anaknya menjelaskan bahwa Aida tak lagi memperdulikan anak-anaknya.
“ Ayah aku ngantuk mau tidur, Ayah aja yang bacain dongeng buat Rio”kata Rio dengan merengek.
“ Mama kamu dimana/?” Tanyaku pendek
“ Mama dari tadi juga di kamar sibuk dengan hanphonnya, Najwa juga tadi udah minta di dongengin sebelum tidur tapi Mama tidak mau”
“ Apa katanya?”
“ Mama bilang tidur aja sendiri Mama tanggung, gitu katanya” Jawab Rio polos
  Keterlaluan M ama kalian itu” Gumamku dengan sedikit kesal.
  Ya sudah , yu Ayah saja yang mendongeng”
  Asyik’......” Teriak Rio dan Najwa barengan.
Aku tak tega melihatnya, bila mereka aku tolak di dongengin sebelum tidur betapa kecewanya mereka yang di pancarkan lewat raut wajahnnya polos.ku giring mereka masuk ke kamarnya dengan sedikit lelah dari sisa waktu kerja yang menghabiskan energi.
 Barengin aja ya ceritanya?’
  Ya Ayah ranjang kami kan beda, nanti gak kedengeran salah seorang” Protes Najwa
  Sini Ayah  gusur aja ya ranjangnya dan Ayah duduk di ranjang Rio ya?
 Ya sudah kak biarin aja kasihan sama Ayah baru pulang kerja di suruh dongeng sama kita”
“ Ya sudah gak apa-apa ya, yang penting kita di dongengin”
  Ayah akan cerita sahabat Rosul dan sekaligus paman nabi yang bernama Hamzah’
  Wah...seru kayanya yah?” Timpal Rio dengan antusias.
“ Ayah Aku kan cewek dongengnya yang lain aja’ Protes Najwa
“ Ini juga berarti buat kamu Nazwa, gak ada salahnya juga kamu dengar walau kamu cewek belajar keberaniannya aja dari beliau”
“ Ya udah sok terusin aja”
  Hamzah adalah paman nabi yang di cintai nabi, Beliau seorang pemberani,sehingga Beliau di juluki singanya allah. karena keberaniannya PamanHamzah di beri gelar itu, Beliau pintar dan cerdas dalam mencari ilmu. Disaat orang pada pulang hamzah muda terus menanyakan ilmu yang tak bisa di tanyakan orang lain.itu pertanda kecerdasannya. Dan paling pintar dalam penyerapannya.Tapi Hamzah mati di bunuh oleh utusan Hindun kaum kafir yang menginginkan hamzah mati.”
“ Aku ingi jadi pemberani yah, kaya Hamzah itu” kata Rio dengan mata mulai mengantuk.
“ Kalau sahabat nabi yang perempuan siapa yang paling cerdas dan pintar?” Nazwa menimpali.
“ Siti aisyah istri kang jeng rasul, Beliau paling cerdas dan pintar serta paling muda usianya di antara istri- istri nabi.”
“ Aku bisa gak yah seperti Siti aisyah?” Tanya Nazwa dengan penuh harap.
“ Asalkan Nazwa harus giat belajar dan rajin mengaji”
Tak terasa malam sudah muali larut anak-anakpun sudah tak bisa menahan nganntuknya, mereka tertidur dengan pulasnya. Kutatap wajah mereka satu persatu wajah yang polos itu seakan tak punya beban apapun, tanpa memikirkan masalah yang di hadapi orangtuanya seperti apa.
Ku duduk di sisi ranjang. ku alihkan mataku pada Aida yang dari tadi ngotak-ngatik hp, menegurpun enggak saat aku datang.
” Mah jual aja tuh handphone” Kataku sambil duduk di sebelahnya.
“ Apa maksud kamu? Ngajak pisah?” Bentak Aida
Tak ku sangka kata-kata itu yang keluar dari mulutnya.ngebayangin aja aku enggak. Kenapa Aida bisa membentak aku seperti itu, setan darimana yang merasuk fikirannya.
“ Aku Cuma tidak mau Mama facebookan sampai tidak memperdulikan apapun tak mengenal tempat dan waktu”
“ Aku pulang kerja kau cuekin, anak-anak yang biasanya di dongengin sebelum tidur,tidak diperdulikan,kerjanya Cuma gitu terus,kerjaan di dapur berantakan.” Tempasku dengan suara yang masih datar.
“ Aku bosan” Jawab Aida dengan ketus.
“ Bosannya di sebelah mana? Apa kau juga bosan denganku sehingga di belakangku kau bisa janjian dengan laki-laki lain?’
Akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulutku. Ku tatap wajah Aida dengan tajam dengan penuh perasaan emosi yang tertahan.
“ Wajar lah ketemuan sama teman” Jawab Aida dengan tenang.
“ Apa? Teman? Janjian sama laki-laki lain di belakang suami itu namanya teman? Keterlaluan kamu, kalau memang dia teman kamu kenapa gak ngajak aku atau setidanya kau bilang paadaku?” Emosiku mulai keluar
“ Punya suami kuno banget, gitu aja sewot, masih untung aku gak selingkuh”
“ Aida...Aida....kamu itu orang mengerti agama tahu mana yang halal dan haram, kenapa kau bisa terpengaruh budaya barat.?” Kataku dengan geleng-geleng kepala.
“ Ini jaman sudah modern jadi yang begitu sudah wajar di masyarakat kita”
“ Bilang wajar karena mereka belum tahu ilmunya, makanya mereka bilang seperti itu kalau kamu bilang wajar keterlaluan banget, mengerti agama tapi tak di pakai.”
Aida hanya diam tak mengiyakan atau menolak kebenaran kata-kataku.
“ Kamu tahu kan dalam islam seorang istri tidak boleh pergi keluar rumah tanpa izin suami?’
‘” Tahu” jawab Aida pendek
“ Ya kenapa masih di lakukan?” Tanyaku dengan tak mengerti tentang fikiran Aida.
Diam dan diam hanya itu jawabannya, tak banyak bicara dalam  keseharianpun seakan tidak terjadi apa-apa dengan keluarga kami.
            Dalam sujud malamku ku mengadu pada Rabb ku yang menciptakan semua alam dan isinya ini, yang menggenggam semua yang ada di langit dan di bumi, atas kuasanya semua bisa terjadi.
“ Ya Rabby...! Aku hanya bisa mengadu kepada-Mu tentang istriku Aida, dia telah kehilangan kelembutannya, dia kini telah berubah,mungkin aku belum bisa mendidik sepenuhnya sehingga dia begitu berubah, mungkin Aida khilaf, aku mohon pada-Mu ampunilah semua dosanya dan kembalikan Aida seperti dulu, Aida yang lembut dan santun, yang selalu menghormati suaminya”
Itu sebait Doa yang kupanjatkan dengan penuh linangan airmata kepedihan.
Entah kenapa hatiku selalu gundah dan tak bisa berfikir dengan waras. Rasanya ingin aku memaki Aida, mencerca Aida dan kalau perlu ingin menampar wajahnya bila mengingat Aida janjian sama laki-laki yang baru di kenalnya.
“ Mama tahu Rizky, Aida yang salah, tapi tolong maafkan Aida” Itu kata yang keluar dari mulut Mama mertuaku saat aku berkunjung kerumahnya.
“ Rizky akan memaafkan Aida bila Aida berubah Ma” Jawabku dengan helaan nafas yang panjang.
  Mama ngerti kamu sakit, hati kamu luka, tapi Mama tidak mau ada perceraian diantara kalian”Ujar mama mertuaku dengan suara yang penuh ke khawatiran.
“ Aku tidak berfikir sampai sejauh itu Ma, Cuma aku inginn Aida sadar dari kekeliruannya, mungkin kalau kami pisah sementara Aida akan menyadari kesalahannya”
‘ Ya sudah kalau itu keputusan kamu, boleh Aida untuk sementara tinggal disini”
Seminggu rasanya sepi tanpa Aida dan anak-anak, biasanya rame dan sering senda gurau kini hanya tinggal sepi yang menemaniku, ingin rasanya menjenguk Aida dan anak-anak tapi ku urungkan niat itu karena takut Aida hanya menertawakan dan mungkin dengan pandangan sinis kepadaku yang telah memulangkannya pada orangtuanya walau itu Cuma untuk menyadarkannya.
 Ku putar tv,  ku cari berita-berita yang ramai, hanya remote yang bisa kumainkan tanpa satupun yang bisa menyita fikiranku hingga bisa fokus pada satu acara.
“ Assalamualaikum” Tiba- tiba terdengar yang mengucapkan salam di depan pintu.
‘ Kaya suara anakku” Pikirku dalam hati
“ Waalaikum salam” Jawabku sambil berdiri dan berjalan untuk membukakan pintu.
“ Eh...anak-anak Ayah yang pinter, sama siapa kalian kesini” Sapaku dengan penuh rasa gembira, ku peluk mereka berdua dengan perasaan kangen yang tak terbendung lagi.
“ Sama nenek’ Jawab Nazwa
“ Mana neneknya/? Kok gak kelihatan.” kataku sambil celingak celinguk.
“ Masih di depan tadi” Jawab nazwa
“ Kok di tinggalin? Kasihan nenek sendirian”
“ Habis lama sich, gak tahu beli apa dulu, Rio sudah kangen sama Ayah’
“ Ya sudah....nunggu neneknya di dalem aja yu” Ajakku sambil ku tuntun mereka berdua.
Selang beberapa saat Mama mertuaku datang dengan membawa tiga bungkus sate
“ Aduh....mentang-mentang ingin cepet ketemu Ayah nenek di tinggalin gitu aja”
Gurau Mama mertuaku sesampainya dirumahku sambil menjatuhkan badannya di sofa
“ Habis nenek kelamaan sich, pakai beli sate dulu di depan” Kata Rio dan Nazwa barengan sambil mata keduanya melirik bungkusan sate yang baru di taruh di meja.
“ Mama di antar mang Udin?’ Tanyaku
‘ Iya tapi mang Udinnya suruh pulang lagi”
“ Kenapa di suruh pulang lagi Ma? Kenapa gak di suruh masuk aja”
“ Gak bakalan mau di suruh nungguin sampai pagi”
“ Maksud Mama anak- anak sama Mama mau nginep di sini?” Tanyaku penuh selidik.
“ Iya kasihan anak- anak kangen sama Ayahnya”
“ Alhamdulillah,” Seruku mengucap syukur sambil mencium tangan Mama mertuaku.
Mertuaku sangat baik dan pengertian, aku begitu sayang padanya, aku merasa Beliau adalah Mama sendiri dan Mama mertuaku tak menganggap aku sebagai menantu aku di perlakukan seperti anaknya sendiri, makanya aku berani mengadu dan curhat kepadanya. Walaupun Aida anaknya tapi kalau memang Aida salah Mama mertuaku tak pernah membelanya.
“ Walau Aida anak Mama tapi kalau Aida salah, Mama tak akan membelanya”
Itu kata-kata yang keluar dari mulutnya sewaktu  aku ingin memyerahkan Aida.
“ Tapi kan aku anak Mama, masa gak di bela, Mama itu sayang gak sama Aida?”
“ Justru karena Mama sayang sama Aida, biar Aida nyadar atas kesalahan sendiri, kalau Mama membela kamu, berarti Mama membela yang salah, kamu harus mempertanggungjawabkan apa yang kamu perbuat”
Itu yang membuat aku kagum pada wanita yang satu ini yang telah menjadi mertuaku. Kata- katanya yang bijak membuat aku semakin mencintai dan menyayanginya.
“ Ky ayo ini satenya makan,mikirin apa sich dari tadi diam. pikiran kamu kosong”
“ Mikirin Aida ya?” Tanya Mama mertuaku sambil membuka bungkusan sate.
“ Iya Ma...gimana keadaan Aida sekarang Ma?”
“ Aida sering melamun di kamarnya”
“ Apa ada perubahan dalam sikapnya Ma? Sifatnya sekarang masih sering ngambek?”
“ Itu dia berulang kali Mama ngomong ma Aida, tapi mlah ngambek terus, sering uring-uringan kalau di tegur”
“ Maafkan aku Ma, aku tidak becus mendidik istri sampai sama orangtuapun bisa melawan”
“ Jangan salahkan dirimu ky, kamu tidak salah, kamu anak yang baik Cuma Aidanya aja yang tak mau bersyukur, Aida Cuma terpengaruh oleh saudara-saudara yang lainnya yang Cuma terobsesi sama materi. Jadinya seperti itu, Aida khilaf ky, sehingga berani janjian sama laki-laki lain, Aida melihat laki- laki itu karena kaya tapi belum tentu bisa membahagiakan hati Aida.
“ Emang Aida cerita sama Mama? Cerita apa saja sama Mama?”
“ Aida Cuma bilang ingin mobil dan rumah mewah seperti kakak-kakaknya, kayanya di panas-panasin”
“ Maafkan aku Ma, aku belum bisa membahagiakan Aida secara materi”
“ Mama ngerti ky, Rezeki manusia itu sudah di atur oleh Allah, jadi kamu enggak usah ngomong seperti itu, Mama yakin kalau kamu di takdirkan kaya nanti pasti ada jalannya.”
“ Yang penting rasa syukur itu yang utama, walau rezekinya pas-pasan kalau hati kita penuh syukur itu terasa cukup”
“ Kamu lihat ke bawah masih banyak di luar sana yang kurang beruntung di banding kamu, menurut Mama kamu itu cukup mapan tapi kenapa Aida menginginkan yang lebih dari pada mensyukuri apa yang sudah ada”
“ Namanya juga manusia Ma, selau ingin lebih dan lebih kalau tidak bisa mengekang hawa nafsunya.”
“ Semoga kita termasuk golongan yang bisa mensyukuri nikmat Alllah”
“ Amin” kataku dan Mama mertuaku barengan.
            Sebulan sudah Aida ku tinggalkan di rumah Mama mertuaku dan aku tak ada niat untuk menjenguknya, biarkan Aida berfikir dengan tenang, kalau aku sering nengok kesana  mungkin Aida tak akan pernah bisa untuk berfikir dengan tenang dan tidak akan menyesali perbuatannya.
“ Ky, Aida pengen di jemput katanya” Itu suara Mama mertuaku dari telepon kemarin sore.
“ Apa mungkin Aida sudah menyadari kesalahannya? Apa mungkin Aida sudah menyesali perbuatannya? Ya semoga aja, hanya itu yang ku harapkan Aida bisa menyesali dan mengulangi kesalahannya yang kedua kali dan aku akan memaafkannya.
Sore itu langit sangat cerah awan biru membentang begitu indah, ku bawa pulang Aida bersama anak- anakku tentunya setelah berpamitan pada Mama mertuaku.
“ Apa perasaan kamu setelah berada di rumah kita lagi” Tanyaku pada Aida sesampainya di rumah
“ Aida diam, hanya tetes-tetes airmata yang mulai mengalir di pipinya.
“ Kenapa kamu nangis? Nyesel pulang kerumah kita lagi?”
Aida hanya menggelengkan kepala dengan pelan
  Lalu kenapa? Tanyaku yang di buat penasaran oleh Aida
“ Walau rumah ini tak semewah rumah kaka-kakaku, tak seluas rumah Mama aku, tapi aku disini merasa tenang, kenapa aku menagis aku merasa bersalah padamu yah” Lirih Aida dengan menyeka airmatanya.
“ Kamu benar-benar menyesal atas kekeliruan kamu?’
Aida hanya mengangguk.
“ Syukur kalau kamu sudah menyadari kesalahan kamu, kita mulai lagi dari awal lupakan yang kemaren anggap saja tidak terjadi apa-apa”
“ Maafkan aku yah” Aida tersungkur menangis dengan sesunggukan dengan pososi bersujud mencium kakiku.
“ Sudahlah Aida, sebelum kamu minta maaf aku sudah maafin kamu,sudah jangan menangis lagi ya?’ kataku dengan suara haru, ku pegang kedua tangan Aida  sambil mendudukannya di kursi, ku usap kepalanya yang pakai kerudung warna pink ku tersenyum penuh dengan sayang, ku peluk tubuhnya dengan penuh kerinduan.
            Disepertiga malam ku panjatkan Doa setelah melakukan tahajud
  Ya Rabb....! Terimakasih kau telah mengembalikan Aida padaku,dengan semua rahman dan rahim-Mu. Aida istriku telah kembali padaku, lindungilah kami dari segala godaan yang akan merusak keutuhan rumah tangga kami, kuatkan kami dari badai yang akan menerpa di setiap kehidupan kami.”
Itulah Doaku yang aku panjatkan dan tanpa aku sadari Aida sudah di belakangku dengan linangan airmatanya, isak tangisnya yang menyadarkan aku sehingga ku menengok ke belakang.
“ Kenapa menangis sayang” Tanyaku keheranan
  Betapa tololnya diriku selama ini yah” Jawab Aida dengan tangisannya yang mulai mengeras.
“ Kok ngomong gitu sich?”
 Aku begitu bodoh, kenapa aku bisa terjebak dalam permainan hidup yang semu, padahal di rumah ini sudah ada laki laki yang sempurna buatku, yang jelas-jelas bisa menjadi imamku, yang menyayangiku dengan tulus, yang bertanggung jawab pada keluarga dan yang taat kepada allah dan rasulnya,yang sabar, jarang marah serta bisa menciptakan rumah tangga yang penuh kenyamanan. Kau tetap bisa tegas dalam mengambil keputusan, lalu mecari yang seperti apalagi aku di dunia ini” cerita Aida dengan uraian air mata yang tak henti- hentinya, ke dua tangannya memeluk tubuhku begitu erat seakan tak ingin lepas lagi dariku.
“ Sudahlah jangan memujiku berlebihan entar kepalaku jadi gede he...he...ku coba berseloroh agar Aida tersenyum.
‘ Aku Cuma cerita kenyataan, tak banyak laki-laki sepertimu, seharusnya aku bersyukur malah menganggap semua kebaikanmu selama ini adalah suatu kekurangan, sehingga aku bosan dan ingin berkhianat padamu, tapi masih beruntung kamu cepat bertindak”
“ Walau bagaimanapun aku hanya manusia yang banyak kekurangan, maka maafkanlah aku “
 “kamu tidak punya salah apa-apa, kenapa aku bisa terpengaruh oleh cinta semu dan harta dan kemewahan yang jelas-jelas bisa menghancurkan rumah tanggaku” Sesal Aida
“ Tapi nyatanya semua harta yang di dapat kalau tidak bisa membawanya bisa jadi malapetaka buat sang pemiliknya kan?”
“ Iya......kalau kita tidak kuat iman harta bisa memperbudak yang punyanya”
“ Makanya dari sekarang jangan silau oleh harta, harta memang penting untuk kehidupan kita tapi jangan sampai di jadikan landasan untuk di jadikan tujuan hidup yang utama.”
“ Mari kita hidup berlandaskan iman agar hati kita tenang dan tentram”
“ Setuju banget” kataku sambil mengacungkan jempol pada Aida.
Aida hanya tersenyum lebar dan memelukku lagi erat-erat dan kami akan berusaha terus untuk mempertbaiki diri masing-masing, agar iman kami kokoh, tak gampang di terjang oleh badai sekuat apapun,mencoba membentuk karakter yang lebih kuat agar tahan dari godaan-godaan yang akan meruntuhkan pohon-pohon cinta yang sudah tertanam sejak akar-akar itu baru mulai merambat.

                                                                                                The end

                                                            CERPEN
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    KARYA: NANIS LISNA.











                        

1 komentar: